Buol, Selasa 7 Mei 22024. Upaya panen paksa dan pemuatan Tandan Buah Segar (TBS) kembali dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai buruh kebun PT. Hardaya Inti Plantations (HIP) sekitar pukul 07.00 – 09.00 WITA di lokasi perkebunan plasma koperasi Awal Baru, Desa Balau, Kecamatan Tiloan, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Namun setelah dikonfirmasi oleh petani pemilik lahan kepada pihak officer kebun maupun para buruh, mereka mengaku tindakannya bukan atas perintah pihak PT. Hardaya Inti Plantations, tetapi keinginan sendiri karena ingin mencari penghasilan, agar tetap dapat upah dari perusahaan, senada dengan pernyataan pihak Security perusahaan yang berada di lokasi.
Sementara sejak tanggal 8 Januari 2024 hingga saat ini, operasional kebun plasma di Awal Baru (Desa Balau dan Desa Maniala) bersamaan dengan tiga desa lainnya dihentikan sementara oleh pihak petani lantaran kerjasama-kemitraan dengan pihak mitra inti, yakni perusahaan PT. HIP, telah merugikan para petani pemilik lahan, meski telah berlangsung belasan tahun lamanya. Petani menuntut terkait tidak adanya bagi hasil penjualan TBS atau sisa hasil usaha (SHU) yang mereka terima, belum ada ganti rugi atas pengalihan tanaman produktif kebun mereka sebelum ditanami sawit, data keanggotaan yang dimanipulasi karena banyak pemilik lahan tidak masuk dalam SK Bupati tentang CPCL. Selama tuntutan-tuntutan itu belum diselesaikan dalam perundingan yang saling terbuka, adil dan menguntungkan antara pihak petani dengan PT. HIP dan pemerintah, maka petani akan terus melakukan penghentian atas kebun plasma.
Kronologis terjadinya penganiayaan pada tanggal 7 Mei oleh sekelompok orang yang mengaku buruh PT. HIP tersebut, ialah ketika hasil panen paksa TBS yang telah dimuat di truk jonder coba diturunkan kembali oleh para petani, disitulah kelompok buruh dan officer kebun PT. HIP mendorong dan menarik paksa 3 orang petani hingga terjatuh dari atas bak truk jonder dan mengakibatkan cedera. Setidaknya kekerasan tersebut dialami oleh tiga orang antara lain, Aris (Lk), Masnia (Pr) dan Mada Yunus (Lk). Kekerasan tersebut disaksikan langsung oleh pihak security perusahaan dan aparat kepolisian setempat yang berada di lokasi kejadian.
Aris mengalami cedera di bagian kedua lengannya dan paha karena saat didorong tubuhnya sempat terbentur besi jonder hingga terpental jatuh ke tanah, ia juga dikeroyok oleh sekelompok buruh, dan areal dadanya dipukul oleh salah satu security perusahaan, Ibu Masnia didorong turun dari atas truk jonder kemudian dikeroyok oleh sejumlah buruh dengan cara dijambak hingga kerudungnya terlepas lalu kedua lengannya ditarik-tarik, pak Mada Yunus terkena buah sawit saat seorang pemanen memaksa melempar TBS ke atas bak jonder kemudian ia didorong sampai jatuh tertelungkup di tanah, mengakibatkan kakinya bengkak tidak dapat berjalan hingga mengalami pusing.
Pihak petani melakukan upaya membela diri dengan tanpa melakukan penyerangan balik, karena tidak ingin memperkeruh konflik horizontal yang tidak mereka inginkan dengan pihak buruh. Fokus dan tuntutan utama mereka tetaplah perundingan dengan pihak perusahaan dan pihak-pihak yang berwenang – bertanggung jawab lainnya. Buruh seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan atas dasar hubungan ketenaga kerjaan. Kami sangat menyayangkan pembiaran yang dilakukan pihak pemerintah daerah Buol dan aparat kemanan setempat atas kejadian ini.
Tindakan penganiayaan hingga pencurian TBS oleh kelompok buruh di kebun plasma yang sedang disengketakan menjadi tambahan catatan bagi pihak petani pemilik lahan plasma, bahwa PT. HIP enggan berunding secara terbuka dan adil dengan mereka, dan bahwa aparat tidak melakukan upaya yang berarti meski berada di lokasi kejadian.
Akibat penganiayaan tersebut sejumlah petani harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis, salah satu petani, Mada Yunus harus di rawat inap di RSUD Moyulri Buol untuk mendapatkan perawatan intensif karena mengalami cedera yang cukup parah akibat kekerasan yang dialaminya.
Para petani pemilik lahan plasma yang mengalami kekerasan juga telah melapor kejadian tersebut ke SPKT Polres Buol, pada tengah malam hingga dini hari tanggal 8 Mei 2024. Meski sempat mendapatkan beberapa penolakan saat akan membuat laporan namun akhirnya diterima pihak petugas.
Fatrisia Ain, pengurus Forum Petani Plasma Buol menyayangkan tindakan ini sampai terjadi, karena aksi sekelompok buruh ini sebelumnya mereka laporkan kepada pihak Polres Buol, PT. HIP dan Pemerintah melalui surat pemberitahuan oleh koordinator karyawan, namun tidak ada upaya menghentikan agar tidak terjadi konflik yang tidak perlu antara kelompok buruh dan para petani, seperti yang terjadi hari ini yang sampai mengakibatkan luka dan cedera pada para petani. Seharusnya jika memang kelompok buruh ini dipekerjakan dan diupah oleh PT. HIP, maka hubungan ketenagakerjaan adalah dengan pihak perusahaan dan bahkan membutuhkan peran aktif Dinas Ketenagakerjaan setempat. Karena dalam penghentian sementara operasional kebun ini petani plasma menuntut haknya dengan mitra inti, PT. HIP, maka buruh dapat menempuh penyelesaian secara hubungan ketenagakerjaan dengan pihak perusahaan pula, bukan justru malakukan pemanenan paksa seperti ini di kebun milik masyarakat, apalagi pihak perusahaan tidak mengakui memerintahkan buruhnya untuk pemanenan tersebut.
Selain itu Fatrisia juga sangat kecewa dengan pemerintah setempat yang lamban dan seolah melakukan pembiaran atas masalah yang sedang terjadi ini. Pembiaran ini sangat berbahaya dan dapat dikhawatirkan dapat memicu terjadinya konflik horizontal yang lebih parah lagi. Pemerintah daerah seharusnya dapat mengambil langkah yang cepat untuk melindungi hak-hak para pemilik lahan, begitu pula hak ketenagakerjaan pihak buruh perusahaan. Tentu saja yang paling dirugikan ialah pihak patani plasma, yang selama ini tidak pernah mendapat penghasilan apapun dari kebun plasma, dari kemitraanya dengan PT. HIP, setelah tanah mereka menjadi perkebunan plasma, dan karena masalah ini telah berlangsung selama bertahun-tahun lamanya dimana baik pihak pengurus koperasi, dan perusahaan tidak memberikan kepastian bagi para pemilik lahan, maka diharapkan Pemerintah Daerah dapat mengambil tanggungjawab untuk meringankan beban hidup para petani plasma yang gagal tersejahterakan melalui program revitalisasi perkebunan ini, dimana mereka sudah kehilangan pendapatan dari lahan mereka sendiri akibat praktik kemitraan tersebut.
Cp FPPB: 082288015564