Pada tanggal 21 Maret 2025, sekitar jam 7:00 WIB setelah briefing pagi, terjadi aksi damai secara spontan oleh beberapa pekera panen dan perawatan dari dua estate perkebunan (estate Sarana 1 dan estate Sarana 2) PT Sarana Prima Multi Niaga (PT SPMN), yang berkumpul di depan klinik perusahaan. Aksi demo ini dilatari oleh kekecewaan dan kekesalan pekerja yang berkepanjangan terkait buruknya pelayanan kesehatan dan penanganan medis PT SPMN, terutama terkait fasilitas kesehatan, transportasi, dan regulasi “Harian Kerja Berbayar”. Aksi spontan ini tidak hanya diikuti oleh anggota Serikat Pekerja Sawit Indonesia (SEPASI), tetapi juga beberapa pekerja yang bukan anggota SEPASI. Pengurus SEPASI memfasilitasi mediasi antara pekerja dan pihak manajemen secara kondusif.
Aksi spontan ini terjadi karena pihak manajemen PT SPMN tidak pernah menanggapi serius tuntutan-tuntutan terkait masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), yang sudah berkali-kali disampaikan SEPASI. Saat aksi berlangsung, pihak manajemen hadir di lokasi, di antaranya Manager Sarana 1 dan Sarana 2, Manager HRD, Staf HRD, dan Manager Humas. Pihak managemen, yang diwakili oleh Manager HRD (Abidin), mengapresiasi aksi yang dilakukan oleh pekerja panen dan perawatan di estate Sarana 1 dan Sarana 2, dan berjanji akan berkordinasi dengan Pengurus SEPASI untuk melakukan mediasi terkait penanganan tuntutan pekerja. Mediasi tidak menghasilkan keputusan karena Regions Plantations Head (RPH) sedang tidak berada di lokasi PT SPMN. Meski sudah berjanji, pihak manajemen selalu menunda-nunda untuk melakukan mediasi lanjutan dan mengambil keputusan terkait masalah K3 tersebut. “Kemarin sudah dikirimin undangan untuk mediasi tanggal 24 ini, tapi dibatalkan dan tertunda lagi,” ungkap Sekretaris SEPASI, Dianto Arifin.
Aksi Damai Buruh PT SPMN, 21 Maret 2025
Sumber Foto: Dokumentasi SEPASI
Padahal, dalam catatan SEPASI, sudah banyak masalah serius K3 yang gagal atau tidak ditangani oleh pihak PT SPMN. Salah satunya adalah penanganan dokter kebun yang terkesan selalu arogan dan enggan melayani pasien dengan baik, misalnya dokter kebun pernah memerintahkan pekerja yang sakit untuk pulang sehingga mengakibatkan salah satu pekerja packing pupuk atau until (Herman) meninggal dunia. Dokter kebun tidak memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyakit, sehingga pasien yang benar-benar sakit merasa dirugikan dengan tidak diberikan “Surat Sakit Berbayar”. Ketidakmampuan mendeteksi penyakit ini menyebabkan banyak pekerja berhenti bekerja dan memilih pindah perusahaan atau pulang kampung. Selain itu, tidak ada fasilitas transpotasi untuk pekerja yang sudah mendapatkan jadwal kontrol dari rumah sakit rujukan. Bahkan pihak manajemen tidak menyediakan fasilitas transportasi (ambulan) bagi pekerja perempuaan yang hamil untuk melakukan USG di rumah sakit rujukan, sehingga seorang buruh perempuaan mengalami kematiaan bayi sebelum melahirkan.
Sebelum aksi spontan ini terjadi, SEPASI selaku lembaga indipenden, yang juga tergabung dalam Koalisi Buruh Sawit (KBS), sering melakukan advokasi terkait masalah K3, misalnya SEPASI pernah melakukan sebanyak tiga kali pertemuaan melalui Lembaga Kerja Sama Bipartit, yang dihadiri oleh pihak managemen PT SPMN, seperti estate manager, tim P2K3 Kebun, dan Regions Plantations Head (RPH) PT SPMN untuk membahas masalah K3, yakni masalah fasilitas kesehatan, pelayanan dan penanganan medis Klinik (dokter). Namun, sampai saat ini, tidak ada titik terang dan solusi terkait perbaikan terhadap pelayanan dan penanganan K3. Bahkan, setelah aksi spontan ini, ada kabar bahwa pimpinan PT SPMN menyampaikan kepada staf-nya kalau dia akan mem-PHK pekerja yang mengikuti aksi demo, dan mandor panen yang mayoritasnya adalah pengurus SEPASI.
Aksi Damai Buruh PT SPMN, 21 Maret 2025
Sumber Foto: Dokumentasi SEPASI
Oleh karenanya, sehubungan dengan hal tersebut, SEPASI berkordinasi dengan berbagai pihak sebagai antisipasi bahwa jika tidak ada keputusan dari pimpinan PT SPMN dalam batas waktu sepekan sejak 21 Maret 2025, dapat terjadi aksi demo buruh yang lebih besar, tanpa ditunggangi kelompok-kelompok luar demi kepentingan kelompok maupun pribadi. Aksi demo yang dilakukan buruh adalah murni masalah hubungan industrial. Berikut ini adalah tuntutan-tuntutan pekerja PT SPMN yang perlu segera ditangani oleh pimpinan PT SPMN:
Tuntutan Pekerja PT SPMN:
-
Memperbaiki fasilitas pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja kepada semua pekerja PT SPMN (PT Sarana Prima Multi Niaga), sesuai amanat UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 88 Ayat 1: “Bahwa setiap pekerja berhak memperoleh perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja”; Poin 2, “Pekerja berhak mendapatkan perlindungan moral, kesusilaan, serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia”; dan juga Peraturan Pemerintah No. 88 Tahun 2019 Poin 3, “Kesehatan pekerja perlu mendapat perhatiaan dan perlindungan agar pekerja sehat dan produktif.
-
Memberikan fasilitas ambulan bagi pasien wajib kontrol yang telah ditetapkan jadwal kontrolnya oleh dokter rumah sakit rujukan, juga bagi Ibu hamil yang melakukan USG.
-
Memberikan surat sakit berbayar kepada pekerja sesuai Pasal 28 Peraturan Perusahaan, Poin ke-2, yakni “Perusahaan membayar upah apabila karyawan/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.
-
Menonaktifkan Dokter Kebun Klinik PT SPMN.
-
Melakukan mediasi dengan pihak managemen PT SPMN yang difasilitasi oleh Serikat Pekerja Sawit Indonesia (SEPASI).
-
SEPASI memberikan jangka waktu satu pekan sejak 21 maret 2025 kepada pihak managemen untuk segera memberikan keputusan terkait permasalahan ini.
Sarana, 24 Maret 2025
Dianto Arifin
Sekretaris SEPASI Kalimantan Tengah