Pengantar penerjemah:
Kelompok gerakan buruh di Malaysia saat ini sedang memperjuangkan perbaikan Paket UU Perburuhan (dalam konteks Indonesia, setara dengan UU Ketenagakerjaan, UU Serikat Pekerja/ Buruh). Tuntutan yang diusung berkisar pada kemudahan pembentukan dan pengakuan serikat buruh, hak perundingan perjanjian kerja bersama, pembatasan jam kerja maksimal 40 jam/ minggu, cuti bersalin 98 hari, dan hak mogok.
Sebagai contoh, serikat buruh harus mempunyai mayoritas keanggotaan pekerja dalam satu lingkup perusahaan (50%+1) dan membuktikannya dengan cara setiap pekerja memberikan suaranya dalam satu mekanisme pemungutan suara (layaknya Pemilihan Umum). Syarat ini dianggap memberatkan dan menghalangi pengakuan serikat buruh, yang dibutuhkan sebagai syarat untuk mengajukan perundingan perjanjian kerja bersama.
Lebih lengkap mengenai amandemen Paket UU Perburuhan Malaysia dapat merujuk:
- Laman Facebook Koalisi: https://www.facebook.com/llrcmalaysia/
- Situs Industri All, “Malaysian government urged to end emergency rule and reform labour law,” http://www.industriall-union.org/malaysian-government-urged-to-end-emergency-rule-and-reform-labour-law
- Artikel New Mandala, “Whither labour law reform in Malaysia?” https://www.newmandala.org/whither-labour-law-reform-in-malaysia/
Siaran Pers oleh Koalisi Reformasi UU Perburuhan, 30 April 2021 di Shah Alam
Bertepatan dengan Hari Buruh Internasioal 2021, Koalisi Reformasi UU Perburuhan (LLRC) mendesak pemerintah untuk menjelaskan alasan penundaan pembahasan perubahan Paket UU Perburuhan tanpa tenggat waktu yang jelas.
Sejak terpilihnya pemerintahan Malaysia yang baru pada Februari 2020, Koalisi telah meminta suatu pertemuan dengan Kementerian Sumber Daya Manusia, berikut dengan sejumlah surat terkait dengan amandemen UU Serikat Buruh 1959, UU Perburuhan 1955, dan syarat pemungutan suara (untuk pengakuan keberadaan serikat buruh).
Sayangnya, pihak Koalisi tidak mendapat tanggapan apapun dari kementerian terkait dengan perkiraan tanggal pemberlakuan aturan baru UU Serikat Buruh, UU Perburuhan, dan syarat pemungutan suara. Pemerintah cenderung bersikap diam sejak pemberlakuan status gawat darurat Covid-19 pada Januari 2021.
Serikat buruh dan organisasi pekerja dibuat frustasi oleh tidak adanya perkembangan pembahasan amandemen Paket UU Perburuhan setelah UU Hubungan Industrial diberlakukan meski banyaknya protes. Para pekerja yang terdampak oleh Covid-19 tidak mempunyai sarana bernegosiasi dengan majikan akibat rendahnya tingkat keberserikatan buruh—hanya 6 persen buruh yang berserikat.
Dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional, Koalisi Reformasi UU Perburuhan mendesak pemerintah agar:
- Mengumpulkan Parlemen dan mengesahkan perubahan UU Serikat Buruh, UU Perburuhan yang diajukan oleh Kementerian Sumber Daya Manusia pada 2019
- Menghapus segala aturan-aturan yang memberatkan dalam UU Hubungan Industrial dan memberikan kemudahan bagi serikat pekerja untuk diakui oleh perusahaan—melampaui syarat sektoral industri.
- Mengubah syarat pemungutan suara yang memberatkan agar dapat menjamin adanya pengakuan keberadaan serikat pekerja secara adil oleh perusahaa.
- Meratifikasi Konvesi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berasosiasi, dan menjamin sistem hubungan industrial di Malaysia mematuhi Konvesi ILO No. 98 tentang Hak Untuk Berserikat dan Perundingan Kolektif yang telah diratifikasi
- Memulai pembahasan kenaikan upah minimum 2021 dalam Dewan Konsultasi Upah Minimum dan menerapkannya sesegera mungkin
- Membuat peraturan kementerian yang baru dan mengakui keberadaan pekerja transportasi daring (online) sebagai pekerja, sehingga mereka dapat membentuk serikat pekerja dan berunding dengan majikan.
- Menetapkan UU Penghapusan Kekerasan Seksual dan meratifikasi Konvensi ILO No. 190 tentang Kekerasan dan Pelecehan Seksual
- Membentuk saluran siaga (hotline) bagi pekerja migran yang terhubung dengan Departemen Tenaga Kerja setempat sebagai sarana pengaduan masalah, termasuk masalah penyitaan paspor dan upah tidak dibayar. Pemerintah harus meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan untuk menjamin pekerja domestik dapat menikmati hari libur satu hari setiap minggu.
- Membentuk tim penyelidikan untuk menelusuri berbagai masalah yang dihadapi oleh pekerja migran.
- Menjamin dan menerapkan sepenuhnya UU Akomodasi dan Sarana Prasarana, Standar Perumahan Minimum bagi Pekerja sebagai tindakan untuk mencegah penularan Covid-19 di tingkat komunitas pekerja.
- Merombak sistem perlindungan sosial dengan memperluas cakupan perlindungan bagi pengangguran, pekerja informal, dan kelompok di bawah garis kemiskinan terutama pada masa pandemi Covid-19
- Mengubah UU Dana Pensiun Pekerja dengan memasukkan tambahan pendapatan seperti tips di sektor jasa sebagai komponen upah dalam perhitungan iuran asuransi.
Narahubung:
Gopal Kishnam & Irene Xavier
Co-Chairpersons
Labour Law Reform Coalition