Hari Keamanan Pangan Sedunia: Larang Tegas Penggunaan Pestisida

oleh | Jun 7, 2024 | Lingkungan, Pangan dan Reproduksi Sosial, Solidaritas

Pertemuan rapat kerja untuk mempersiapkan koalisi awas pestisida pada 6 – 7 Juni 2024 di Jakarta

 

Jakarta, 7 Juni 2024 – Setiap tanggal 7 Juni diperingati sebagai World Food Safety Day (WFSD) atau Hari Keamanan Pangan Dunia, yang merupakan sebuah perayaan tahunan untuk meningkatkan kesadaran, pencegahan dini, mendeteksi dan mengelola risiko penyakit yang ditimbulkan oleh kontaminan dalam bahan makanan.

Saat ini, lebih dari 1000 pestisida digunakan di seluruh dunia untuk memastikan makanan tidak rusak atau hancur oleh hama. Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara pengguna pestisida terbesar di dunia setelah Brazil dan Amerika Serikat pada tahun 2021. Pemakaian pestisida di Indonesia sebesar 283 kiloton pada tahun 2021 dan setiap tahun ada lebih dari 5000 merek pestisida baru yang didaftarkan di Komisi Pestisida Indonesia termasuk beberapa pestisida yang tergolong berbahaya beracun (Highly Hazardous Pesticides).

Selama ini pestisida dikenal sebagai racun serangga, tetapi lebih populer sebagai ‘obat’ serangga. Sebagian besar pestisida kimia bersifat toksik dan dikenal sebagai bahan kimia pengganggu hormon atau Endocrine Disruptor Chemicals(EDCs). Jika seseorang bersentuhan dengan pestisida dalam jumlah besar dalam waktu singkat dapat mengakibatkan keracunan akut. Dampak jangka panjang pestisida bersifat kronis dan dapat meningkatkan risiko kanker, gangguan reproduksi, hipertensi, resistensi insulin, dan diabetes. Selain itu, pestisida organik sintetis juga digunakan petani, seperti organoklorin yang sangat stabil di lingkungan dan sulit terurai, dapat berakumulasi dan berpotensi menimbulkan gangguan metabolisme bagi makhluk hidup. Pada tataran global, penggunaan pestisida dilarang digunakan terutama untuk produksi makanan karena bersifat genotoksik.

Penelitian di beberapa lokasi di Indonesia menunjukkan cemaran pestisida jenis organoklorin yang mencemari perairan laut dan kerang hijau yang dikonsumsi masyarakat. Di Indonesia jumlah penelitian terkait pencemaran pestisida dan dampaknya terhadap kesehatan manusia, baik konsumen maupun pekerja sektor pertanian dan industri pestisida, masih terbatas. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami dampak menyeluruh dan merumuskan langkah-langkah mitigasi yang tepat.

 

Pernyataan-pernyataan dari beberapa narasumber: 

Yuyun Ismawati – Nexus3 Foundation, “Resolusi Global Framework on Chemicals yang disepakati pada bulan Oktober 2023 di Bonn menyoroti pentingnya penghapusan pestisida yang sangat berbahaya. Bahan aktif pestisida dan formulasinya yang memenuhi kriteria karsinogenisitas, mutagenisitas, dan toksisitas reproduksi, serta yang menunjukkan tingginya kejadian dampak buruk yang parah atau tidak dapat diubah terhadap kesehatan manusia atau lingkungan, harus dilarang,” kata Yuyun Ismawati, Senior Advisor Nexus3 Foundation. “Pemerintah harus mengadopsi kesepakatan global ini ke dalam peraturan di Indonesia untuk melindungi warganya dan menjamin keamanan pangan rakyat Indonesia.”

Titik Eka Sasanti – Gita Pertiwi, Residu pestisida telah mengkontaminasi pangan, lingkungan dan masyarakat. Permentan 43 Tahun 2019 tentang Pendaftaran pestisida jelas mengatur 103 bahan aktif dan 25  bahan tambahan yang dilarang serta 9 jenis bahan aktif masuk kategori pestisida terbatas. Realitanya beberapa bahan aktif pestisida terbatas masih dijual dan digunakan secara bebas, baik di pangan dan rumah tangga. Bahan aktif yang banyak digunakan untuk memberantas gulma adalah parakuat diklorida dan glifosat. Sedangkan klorpirifos banyak dipakai di pestisida rumah tangga untuk pengendalian rayap. Kedua bahan aktif ini bersifat karsinogenik dan mutagenik, sehingga harus dilarang.Penggunaan pestisida yang masif memparah perubahan iklim dan membuat hama mengalami resistensi dan resurjensi.

Tejo Wahyu Jatmiko – Perhimpunan Indonesia Berseru, “Selain bahaya kesehatan dan lingkungan, penggunaan  pestisida secara serampangan membebani ekonomi petani. Karena biayanya tinggi dan tidak ada jaminan dapat mengendalikan hama, tetap berujung pada kegagalan panen. Seperti yang dialami sejumlah petani di kawasan Halimun.”

Sukmi Alkausar – Aliansi Organis Indonesia (AOI), “Ancaman terhadap keamanan pangan bisa datang dari mana saja. Mari bertanggung jawab terhadap produksi yang berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan mengenali sumber pangan yang dikonsumsi.Petani sejahtera, rumah tangga bahagia.”

Indah Suksmaningsih, Plt. Ketua Pengurus Harian YLKI, “Keamanan pangan merupakan hak konsumen. Dampak pestisida bukan hanya pada lingkungan, namun juga berdampak pada kesehatan manusia. Penggunaan pestisida pada Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) yang tidak bertanggung jawab dapat mengancam kesehatan konsumen, seperti keracunan, gangguan saraf, hingga kanker yang dapat menyebabkan kematian. Melihat dampak tersebut, konsumen berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai produk bebas pestisida untuk mendapatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya.

Jaringan TPOLS (Transnational Palm Oil Labour Solidarity Network), “Ketika negara mengamanatkan minyak sawit sebagai objek vital nasional untuk ketahanan pangan negara, pada saat yang bersamaan buruh sawit dan komunitas masyarakat sekitar perkebunan mengalami kerentanan pangan akibat dampak penggunaan bahan kimia perkebunan. Budidaya sawit monokultur meniscayakan penggunaan pestisida yang berdampak pada masalah kesehatan dan pencemaran lingkungan. Dampak paling parah dirasakan buruh perempuan, yang dibayar murah, tanpa jaminan kesehatan, dan posisi tawar lemah. Di sisi lain, pekarangan, kebun keluarga, dan sungai yang menjadi satu-satunya sumber gizi murah diracuni pestisida. Tidak terelakkan, lonjakan keluhan sakit pestisida bermunculan, mulai dari keguguran, sakit organ dalam, kanker, stunting, hingga sakit kulit dialami buruh dan komunitas masyarakat sekitar perkebunan. Lantas, tanpa akses pangan sehat dari racun untuk buruh sawit itu sendiri, untuk siapa keamanan pangan itu?”

Sawit Watch, “Perkebunan sawit adalah wilayah yang penuh dengan pestisida dan bahan agro kimia lainnya. Buruh perempuan yang mayoritas bekerja sebagai penyemprot dan pemupukan sangat rentan terpapar bahan kimia dari pestisida.  Sawit Watch meminta perkebunan sawit menyediakan lokasi kerja yang aman, menghentikan penggunaan pestisida berbahaya dan beracun, menyediakan alat pelindung diri dan fasilitas bagi buruh perempuan  untuk mengurangi potensi terpapar bahan agro kimia.”

Fahmi Panimbang – Solidar Suisse “Regulasi yang ketat diperlukan untuk memastikan penggunaan pestisida yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, yang tidak mengancam ketahanan pangan. Pajak pestisida yang diterapkan berdasarkan beban dan dampak besar pada lingkungan merupakan langkah efektif untuk mengurangi penggunaan pestisida berdampak tinggi. Pajak ini akan mendorong pelaku usaha untuk mencari alternatif yang lebih ramah lingkungan dan mendukung praktik pertanian yang lebih berkelanjutan”

Wiranatha Krisna – Widya Erti Indonesia (WEI), “Detik ini, pertanian Indonesia dihadapkan dengan tantangan perubahan iklim yang mengancam produktivitas pangan. Oleh karena itu, proses produksi komoditas pertanian perlu didorong ke arah pertanian yang lebih sehat. Pembatasan penggunaan pestisida kimia yang punya residu negatif terhadap lingkungan maupun kesehatan masyarakat perlu dilakukan oleh Pemerintah dan perusahaan, bahkan oleh petani itu sendiri. Sudah saatnya kita kembali ke alam dan meneguhkan komitmen terhadap pertanian berkelanjutan.”

Bahana B. Nusantoro – Yayasan Nastari, “Bahwa maraknya penggunaan pestisida oleh petani merupakan bentuk ketidakpercayaan diri petani terhadap pengetahuannya sendiri, yaitu agroekosistem dan interaksi panjang antara petani dengan lingkungannya, yang telah lama ditaklukan melalui berbagai mekanisme dan instrumen yang dimiliki oleh negara dan korporat agrochemical yang kita kenal sebagai Revolusi Hijau. kita bisa membersamai petani untuk lebih percaya diri, menemukenali kembali pengetahuan lokal yang telah lama ada dimiliki oleh mereka dan mendorong kebijakan yang berpihak pada pengetahuan lokal tersebut.”

***

Tulisan ini merupakan rilis bersama yang dimuat dalam laman Nexus3

Kontak Media
Febiola Rumangkang, Nexus3 Foundation, [email protected], +6287770776609

Titik Eka Sasanti, Gita Pertiwi, [email protected], +6281329989384

Rizal Assalam, Koordinator Jaringan TPOLS, [email protected], +6281385737320

Dokumentasi dapat diakses pada Hari Keamanan Pangan

Pin It on Pinterest