Organisasi petani di Filipina, Unyon ng mga Manggagawa sa Agrikultura (UMA) meminta pemerintah Filipina untuk memprotes pernyataan publik Menteri Dalam Negeri Datuk Seri Hamzah Zainudin terkait rencana penangkapan terhadap pekerja migran tidak berdokumen di Malaysia. Pernyataan publik itu dilontarkan di tengah situasi karantina nasional di seluruh negeri Malaysia mulai 1 Juni hingga 14 Juni.
Antonio “Ka Tonying” Flores, Ketua Umum UMA, mengatakan, data terbaru Departemen Luar Negeri (DFA) menyebutkan jumlah warga Filipina di Malaysia per 2014 sebanyak 620.043 jiwa. Pada tahun 2011, DFA telah menyatakan bahwa sekitar 35% orang Filipina di sana tidak berdokumen atau sekitar 200.000 jiwa
Ka Tonying menambahkan bahwa secara historis, sejak tahun 1970-an, para migran, yang sebagian besar berasal dari Mindanao, telah bermigrasi ke Sabah untuk melarikan diri dari konflik dan kesulitan ekonomi. Ribuan dari mereka juga bekerja sebagai buruh tani di perkebunan kelapa sawit Sabah. Beberapa dari mereka juga tidak memiliki status warga negara, dengan orang tua mereka tidak mampu membayar biaya pendaftaran tahunan yang diperlukan untuk tetap memegang dokumen izin tinggal.
Selain itu, tidak ada jaminan bahwa para migran yang akan ditangkap dan ditahan, kemudian kemungkinan besar akan dideportasi, akan mendapatkan vaksin Covid-19.
Seperti di Filipina, pusat-pusat tahanan imigrasi di Malaysia sudah penuh sesak. Hingga Juli 2020, jumlah tahanan telah mencapai angka 15.163 jiwa, jauh di luar kapasitas yang seharusnya hanya 12.350. Apa yang akan terjadi jika 200.000 orang Filipina yang tinggal tanpa izin resmi ini ditahan di pusat-pusat tahanan, atau bahkan orang Indonesia yang jumlahnya tidak berdokumen melebihi satu juta?
Bahkan para advokat migran di Malaysia, yang telah menandatangani petisi untuk menghentikan penangkapan migran tidak berdokumen telah menyerukan agar pemerintah Malaysia untuk fokus pada tujuan mengendalikan penyebaran Covid-19. Hal ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran akan munculnya kluster Covid-19 baru pada Pusat Tahanan Imigrasi.
Para advokat itu jugamenyatakan bahwa operasi semacam itu akan menciptakan ketakutan di antara pekerja migran, baik yang berdokumen maupun yang tidak berdokumen. Bahkan, tindakan seperti itu akan menyebabkan mereka bersembunyi dan menghindari pejabat pemerintah. Ini hanya akan menggagalkan upaya pemerintah Malaysia untuk mencapai ‘kekebalan kelompok’ di Malaysia. Kekebalan kelompok itu sendiri membutuhkan tingkat vaksinasi yang mencapai 80% dari populasi Malaysia, termasuk komunitas migran. Kegagalan mencapai persentase ini akan menunda pemulihan ekonomi negara dan memperpanjang penderitaan rakyat.
Pemerintah Filipina harus memperhatikan perhatian para advokat migran di Malaysia, terutama warga negara Filipina. Tidak peduli apakah seorang migran ini mempunyai dokumen resmi atau tidak, yang jelas para migran telah berjasa besar untuk perekonomian lewat kiriman remitansi ke keluarga mereka di kampung halaman dan berjuang untuk mencari penghidupan di Malaysia–yang tidak lain akibat pemerintah Filipina yang idak dapat memberi mereka pekerjaan di negara asalnya di Filipina.
###
Narahubung:
Gi Estrada – Petugas Media – 09179450552