Komite Pendukung Masyarakat Perkebunan menuntut Undang-Undang Perumahan bagi pekerja Kebun. Sumber: KPMP
KUALA LUMPUR: Sekelompok pekerja kebun melakukan aksi damai di luar gedung Parlemen Malaysia (4/12) untuk mendesak pemerintah Malaysia memberlakukan undang-undang perumahan yang menjamin akses permanen perumahan bagi pekerja meski kontrak kerja telah berakhir.
Lebih dari 200 pekerja perkebunan dari seluruh negeri Malaysia berkumpul di luar gedung dengan membawa spanduk. Mereka adalah anggota koalisi LSM yang disebut Komite Pendukung Masyarakat Perkebunan yang didirikan pada tahun 1993 untuk memperjuangkan hak-hak pekerja yang terpinggirkan di perkebunan.
Koordinator Nasional Komite Karthiges Rajamanickam mengatakan kepada wartawan bahwa selama ini pekerja perkebunan diberi perumahan hanya selama masa kontrak mereka.
Ia mengatakan hal ini menjadi masalah karena sebagian besar pekerja perkebunan yang sudah pensiun bahkan tidak mampu membeli rumah dalam skema perumahan terjangkau yang dibangun di bawah Kementerian Perumahan dan pemerintah daerah.
Dia menambahkan bahwa sebagian pekerja yang telah dijanjikan rumah, dan menandatangani kontrak, berakhir sebagai korban dari proyek pembangunan yang ditinggalkan.
Karthiges mengatakan bahwa dalam kebijakan perumahan saat ini, para pekerja harus mengembalikan kunci rumah mereka setelah kontrak habis
“Kami mulai (memperjuangkan hak atas kepemilikan rumah) sejak tahun 1973. Sudah ada kebijakan tetapi sampai sekarang belum ada undang-undang yang memayunginya.
“Terakhir kali kami datang ke Parlemen untuk menyerahkan nota memorandum adalah pada tahun 1999. Sekarang, setelah 20 tahun, kami datang kembali datang hari ini untuk memberikan nota kepada pemerintah baru untuk meminta agar mereka membuat Undang-Undang Perumahan Perumahan sebagai jaminan perumahan bagi pekerja perkebunan.
“Berikan rumah (permanen) bagi pekerja. Jangan biarkan pekerja terusir dari rumahnya begitu kontrak berakhir. Itu adalah permintaan kami.”
Memorandum tersebut disahkan kepada Harinder Singh Malkit Singh, seorang pejabat fungsi khusus dengan menteri hukum di Departemen Perdana Menteri.
Tuntutan lain yang disampaikan termasuk menaikkan upah minimum menjadi RM1.800 (Rp. 6 juta) dan melibatkan pekerja perkebunan dalam rencana pembangunan oleh Kementerian Pembangunan Pedesaan.
Arutchelvan dari Partai Sosialis Malaysia (PSM) yang hadir mengatakan bahwa pekerja perkebunan tidak dianggap sebagai komunitas atau ditempatkan di bawah lingkup kementerian manapun.
“Misalnya, di daerah pedesaan, petani dan nelayan, berada di bawah Kementerian Pembangunan Pedesaan. Kebutuhan perumahan mereka diurus, mereka memiliki aula komunitas di daerah mereka dan mendapatkan fasilitas dan bantuan lainnya.”
“Kami meminta pemerintah untuk tidak memperlakukan pekerja perkebunan seolah-olah itu hanyalah urusan hubungan antara majikan dan pekerja, tetapi juga memperlakukan mereka sebagai sebuah komunitas.”
Arutchelvan mencatat bahwa perusahaan-perusahaan Malaysia mulai mendirikan perkebunan di Indonesia dan Vietnam sementara perkebunan lokal ditutup. “Mereka mengabaikan pekerja lokal yang telah bekerja di perkebunan selama tiga generasi atau lebih.”
Sumber terjemahan: Ainaa Aiman, “Estate workers demonstrate outside Parliament demanding housing law,” Free Malaysia Today 4 Desember 2019, https://www.freemalaysiatoday.com/category/nation/2019/12/04/estate-workers-demonstrate-outside-parliament-demanding-housing-law/